Sultravisionary.id,Kendari – Di balik antrean panjang kendaraan berat yang setiap hari memadati SPBU 74.932.11 Martandu di Jalan Malaka, Kelurahan Kambu, Kota Kendari, tersimpan praktik yang disebut para sopir sebagai rahasia umum: pungutan liar demi mendapatkan solar subsidi.
Sejumlah sopir truk mengaku harus membayar antara Rp100 ribu hingga Rp150 ribu hanya untuk mendapatkan nomor antrean. Tak hanya itu, mereka juga dikenai “uang palang” sebesar Rp20 ribu agar bisa masuk ke area pengisian bahan bakar.
“Kalau tidak bayar, jangan harap bisa isi solar. Semua diatur orang dalam,” ungkap seorang sopir yang meminta identitasnya dirahasiakan, Jumat (11/4).
Menurutnya, pembagian nomor antrean tidak dilakukan secara terbuka. Ia menyebut ada sosok berinisial H.D., yang disebut-sebut sebagai tangan kanan dari F—anak pemilik SPBU Martandu yang juga menjabat sebagai pengelola.
“Mereka kerja pakai sistem. Ada yang urus antrean, jaga palang, sampai pegang nosel. Semua setor ke F,” lanjutnya.
Nama-nama lain seperti M, A.H., E, Y, dan R juga disebut dalam kesaksian para sopir sebagai bagian dari rantai pungli. Lebih ironis lagi, SPBU Martandu dikabarkan memprioritaskan kendaraan dengan tangki modifikasi—diduga karena sudah “setor rutin”—ketimbang truk-truk operasional resmi.
Praktik ini membuat distribusi BBM subsidi menjadi tidak adil dan merugikan banyak pihak. Masyarakat pun mendesak aparat penegak hukum, Pertamina, dan Ombudsman RI untuk turun tangan dan melakukan audit menyeluruh atas operasional SPBU Martandu.
Direktur SPBU Martandu Bantah Tuduhan Pungli
Dikonfirmasi terpisah, Direktur SPBU Martandu, Fahd Atsur, membantah keras semua tuduhan pungli yang dialamatkan kepada SPBU yang dikelolanya.
“Nomor antrean tidak pernah diperjualbelikan. Semua kendaraan dilayani sesuai barisnya,” tegas Fahd kepada Sultranesia.com.
Fahd juga membantah adanya peran pihak luar dalam pengaturan jalur antrean dan menyatakan bahwa seluruh petugas SPBU adalah staf resmi yang bertugas di bawah pengawasan ketat.
“Kalau nama F yang katanya anak pemilik itu saya sendiri. Dan saya pastikan tidak ada sistem ‘tim’ seperti yang disebut-sebut,” ujarnya.
Terkait tuduhan bahwa SPBU memprioritaskan kendaraan dengan tangki modifikasi, Fahd menyatakan seluruh kendaraan yang mengisi solar subsidi harus melalui sistem verifikasi barcode dan pelat nomor.
“Kami batasi. Dam truck 3×4 maksimal 80 liter, mobil kecil maksimal 40 liter. Kalau ada tangki modifikasi, kami tolak,” katanya.
Ia juga mengklaim SPBU Martandu telah bekerja sama dengan kepolisian dari Polres dan Polsek setempat untuk menjaga ketertiban dan mencegah praktik pungli.
Keluhan Serupa Pernah Muncul Sebelumnya
Isu pungli di SPBU Martandu bukan pertama kali mencuat. Pada 14 Agustus 2024, ratusan sopir dump truck dan kontainer juga mengeluhkan pungutan liar sebesar Rp10 ribu hingga Rp20 ribu setiap kali mengisi solar subsidi. Ketika ditanya peruntukan uang tersebut, pihak SPBU disebut tidak pernah memberikan penjelasan.
“Kalau kita tanya uang itu untuk apa, tidak dijelaskan juga. Jadi saya tidak tahu uang itu dikemanakan,” ujar salah satu sopir saat itu.
Kini, desakan publik agar dilakukan penyelidikan terhadap dugaan pungli di SPBU Martandu kian menguat. Harapannya, distribusi BBM subsidi benar-benar tepat sasaran dan tidak menjadi ladang pungutan liar bagi oknum-oknum tak bertanggung jawab.