Uncategorized

Akademisi : Dominus Litis adalah Kewenangan Besar yang Rentan Disalahgunakan

278
×

Akademisi : Dominus Litis adalah Kewenangan Besar yang Rentan Disalahgunakan

Share this article
Dr. Ilyas (Dosen Fakultas Hukum UNSIKA dan Ketua P4GN UNSIKA).


Sultravisionary.id – Dr. Ilyas, Dosen Fakultas Hukum UNSIKA dan Ketua P4GN UNSIKA, Dalam kalangan Adyaksa, ungkapan “dominus litis” sering digunakan dalam pengarahan oleh pimpinan kejaksaan kepada bawahannya. Pesan yang disampaikan adalah bahwa jaksa harus bertanggung jawab ketika suatu perkara sudah dinyatakan lengkap atau P21. Jaksa, sebagai pemilik perkara, memiliki kewajiban untuk memastikan dakwaan yang diajukan dapat dibuktikan di persidangan. Konsep dominus litis menegaskan bahwa jaksa harus bertanggung jawab hingga dakwaannya terbukti, bukan sebaliknya, hakim yang memutuskan untuk membebaskan terdakwa.

Namun, pemahaman bahwa perkara adalah milik kejaksaan berpotensi disalahgunakan, terutama dalam kasus-kasus narkotika. Salah satu contoh yang mencuat adalah kasus Amar Zoni yang diadili di Pengadilan Jakarta Barat. Hakim telah memerintahkan jaksa untuk membawa Amar Zoni ke Badan Narkotika Nasional (BNN) guna melakukan asesmen untuk memastikan apakah terdakwa mengalami kecanduan atau tidak. Sayangnya, perintah hakim tersebut diabaikan begitu saja oleh pihak kejaksaan, dan hasilnya, Amar Zoni dijatuhi vonis penjara. “Ujar Dr. Ilyas, Dosen Fakultas Hukum UNSIKA dan Ketua P4GN UNSIKA”.

Lanjut Dr. Ilyas, pemahaman tentang dominus litis dalam kasus ini telah keliru. Menurutnya, dengan mengabaikan perintah hakim untuk melakukan asesmen, jaksa justru lebih mengutamakan penjatuhan pidana terhadap pecandu narkoba daripada memberikan kesempatan untuk rehabilitasi. Ilyas juga mengungkapkan bahwa sudah ratusan kasus narkoba yang ia bantu melalui proses banding, kasasi, dan Peninjauan Kembali (PK), yang menunjukkan adanya pemahaman keliru tentang dominus litis di kalangan kejaksaan.

Data di Rumah Tahanan (Rutan) dan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Indonesia menunjukkan bahwa banyak pecandu narkoba yang dikriminalisasi, padahal seharusnya mereka mendapatkan rehabilitasi. Hal ini menjadi bukti bahwa meskipun Kajaksaan Agung dalam rapat koordinasi di Mabes Polri menyatakan bahwa memenjarakan pecandu narkoba adalah “haram,” dalam praktiknya banyak jaksa yang lebih memilih untuk memenjarakan mereka. “Ujar Dr. Ilyas”.

Lanjut Dr. Ilyas menegaskan bahwa prinsip dominus litis tidak boleh disalahartikan. Pernyataan Kajaksaan Agung yang menyebutkan bahwa memenjarakan pecandu narkoba adalah “haram” harus dipahami dengan baik. Kewenangan besar yang dimiliki oleh jaksa dalam menyelidik, menyidik, menuntut, dan mengeksekusi putusan perlu dievaluasi. Kewenangan yang sangat besar ini rentan disalahgunakan, yang bisa berimbas pada keputusan hukum yang tidak adil bagi para pecandu narkoba. Sehingga perlunya revisi dan evaluasi menyeluruh terhadap penerapan prinsip dominus litis dalam penanganan kasus narkotika di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *