Oleh: Hendro Nilopo Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum Sulawesi Tenggara
Sultravisionary.id,Kendari – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara kembali menunjukkan taringnya dalam mengungkap praktik korupsi di sektor pertambangan. Setelah sebelumnya sukses membongkar skandal dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) milik PT Aneka Tambang (Antam) UBPN Konawe Utara tahun 2023, kini giliran aktivitas tambang ilegal di Kabupaten Kolaka Utara yang menjadi sorotan.
Dalam penyidikan terbaru, Kejati Sultra telah menetapkan lima tersangka yang berasal dari pihak perusahaan, seperti PT Pandu Citra Mulia (PCM), PT Kurnia Mining Resources (KMR), PT Alam Mitra Indah Nugraha (AMIN), hingga oknum dari Syahbandar Kolaka. Langkah ini menunjukkan keseriusan penegak hukum dalam menindak pelanggaran yang merugikan negara, khususnya di sektor pertambangan nikel yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah.
Namun yang menarik, muncul indikasi upaya untuk “mencari kambing hitam” dalam pusaran kasus ini. Kepala Wilayah Kerja (Kawilker) Pelabuhan Kolaka Utara disebut-sebut sebagai pihak yang turut bertanggung jawab, padahal jika dicermati secara teknis dan sistem, tudingan tersebut terkesan dipaksakan.
Memahami Alur dan Peran Para Pihak
Berdasarkan informasi yang berkembang, dugaan tindak pidana korupsi ini terjadi pada 2023. Saat itu, ore nikel yang berasal dari WIUP PT PCM diduga ditambang secara ilegal dan dikeluarkan melalui terminal khusus milik PT KMR. Parahnya, proses pengiriman tersebut memanfaatkan “dokumen terbang” milik PT AMIN dan difasilitasi oleh Surat Persetujuan Berlayar (SPB) yang diterbitkan oleh KUPP Kelas III Kolaka.
Pertanyaannya, apa peran Kawilker Pelabuhan Kolaka Utara dalam alur tersebut? Harus digarisbawahi bahwa penerbitan SPB sepenuhnya berada di bawah kewenangan KUPP Kelas III Kolaka, bukan Kawilker. Semua proses kini terintegrasi secara online melalui sistem Inaportnet bukan lagi manual seperti dulu dan hanya pejabat berwenang di KUPP yang dapat menerbitkan persetujuan berlayar melalui sistem barcode perhubungan.
Waspadai Akal-Akalan Pemalsuan Data
Dalam proses ini, justru yang perlu didalami adalah kemungkinan adanya manipulasi data di sistem Inaportnet. Jika benar dokumen yang digunakan PT AMIN untuk meloloskan ore berasal dari hasil pemalsuan atau rekayasa, maka penyidik Kejati Sultra seharusnya fokus pada oknum-oknum yang menginput data palsu dan menyetujui proses itu di balik layar.
Terminal umum milik PT KMR pun, menurut informasi, belum mendapat persetujuan resmi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk digunakan oleh PT AMIN. Maka jika tetap digunakan, ini menunjukkan adanya praktik “kongkalikong” yang melibatkan pihak tertentu di internal KUPP Kolaka.
Tegakkan Hukum, Jangan Korbankan yang Tak Bersalah
Alih-alih mengambinghitamkan Kawilker Pelabuhan Kolaka Utara yang hanya menjalankan tugas administratif dan tidak memiliki kewenangan penuh dalam penerbitan dokumen pelayaran, penegak hukum harus objektif dan transparan dalam mengungkap aktor intelektual di balik praktik ilegal ini.
Penegakan hukum harus dilakukan berdasarkan fakta dan peran nyata, bukan asumsi atau tekanan pihak-pihak yang ingin menyelamatkan diri dengan mengorbankan orang lain. Ini penting agar upaya pemberantasan korupsi di sektor pertambangan tidak ternodai oleh intrik dan kepentingan sesaat.