Sultravisionary.id: Kendari, 25 Juni 2025 — Proyek pembangunan Kolam Retensi Nanga-Nanga yang telah digagas sejak tahun 2021 hingga kini belum menemui titik terang. Meski tahapan perencanaan dan administrasi telah dilakukan secara intensif bersama instansi terkait, realisasi proyek penanggulangan banjir sekaligus destinasi wisata dan olahraga bagi warga Kota Kendari itu masih tertunda.
Penundaan tersebut bahkan berdampak signifikan, dengan 9 warga terdampak meninggal dunia dalam masa penantian kompensasi lahan. Kondisi ini memicu keprihatinan mendalam dari masyarakat pemilik lahan yang terlibat langsung dalam setiap proses perencanaan proyek.
Masyarakat terdampak yang berada di lokasi rencana pembangunan kolam retensi sangat berharap, dengan pergantian pucuk pimpinan di Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, ada solusi yang adil dan berkeadilan bagi penyelesaian permasalahan tersebut. Mereka menekankan pentingnya melanjutkan proyek vital ini karena selain fungsinya dalam penanggulangan banjir Kota Kendari, juga memiliki potensi besar sebagai destinasi wisata air dan ruang publik olahraga masyarakat.
Rencana pembangunan Kolam Retensi Nanga-Nanga mencakup area seluas 53,74 hektare dengan jumlah pemilik lahan sebanyak 66 orang. Proses awal telah berjalan sejak 2021 dan sempat mencapai tahap Penetapan Lokasi (Penlok) yang ditandatangani Gubernur Sultra. Namun, hingga kini pembayaran ganti untung yang dijanjikan belum terealisasi.
Rangkaian Tahapan yang Telah Dilalui
Berikut adalah tahapan proses yang telah dijalankan warga dan instansi pemerintah:
1. Sosialisasi dan diseminasi proyek oleh BWS (Balai Wilayah Sungai) bersama Camat Baruga.
2. Rapat teknis bersama BAPPEDA, BPN Kota, dan instansi terkait lainnya.
3. Pembentukan Satgas A & B untuk inventarisasi tanaman, pengukuran lahan, dan verifikasi administrasi.
4. Penerbitan Penlok Awal dan Penlok Perpanjangan oleh Gubernur dan Pj Gubernur.
5. Appraisal harga lahan oleh tim independen.
Namun, sejak Maret 2023, proses terhenti total tanpa kejelasan informasi lanjutan dari pihak terkait.
Sejumlah hal menjadi kendala utama realisasi proyek ini:
1. Surat dari BPN Kota kepada BWS tertanggal 13 Desember 2022 menyebut adanya klaim kawasan (Seribu) oleh Pemprov Sultra atas lokasi proyek, namun tidak jelas asal-usul atau bukti klaim tersebut.
2. BWS sudah dua kali menyurati Pemprov Sultra untuk klarifikasi, namun tidak mendapatkan tanggapan.
3. Warga terdampak beberapa kali mengupayakan koordinasi dan bahkan menghadiri rapat resmi di Biro Hukum Provinsi Sultra
Dalam rapat resmi terakhir yang digelar pada Rabu, 5 Februari 2025, dan dihadiri lintas instansi serta tokoh sejarah tanah kawasan Seribu, Bpk. Drs. H. Ali Akbar, M.Si menyatakan secara tegas bahwa:
SK Bupati Dati II Kendari No. 79/1976 tidak bisa dijadikan bukti kepemilikan tanah.
Lokasi kolam retensi bukan merupakan aset Pemprov Sultra, berdasarkan dokumen serah terima tanah eks tapol tahun 1982.
Warga terdampak menyayangkan mandeknya proyek yang justru telah melalui proses legal dan administrasi panjang. Mereka menilai informasi klaim aset oleh Pemprov tidak berdasar karena:
Proses Penlok ditandatangani oleh Gubernur Sultra.
Tim Satgas dibentuk oleh Pemprov sendiri.
Pernyataan resmi dalam rapat lintas OPD menegaskan lokasi bukan aset provinsi.
Selain itu, di lokasi proyek juga terdapat jalur SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) yang sebelumnya telah dibayarkan kompensasinya langsung kepada pemilik lahan, bukan kepada pemerintah.
Atas semua fakta tersebut, warga terdampak meminta kepada Gubernur Sulawesi Tenggara yang baru, agar mengambil kebijakan tegas dan adil untuk menyelesaikan polemik ini, dengan tidak merugikan kedua belah pihak, baik pemerintah maupun masyarakat.
“Kami hanya meminta keadilan. Kami ingin proyek ini dilanjutkan. Ini bukan hanya tentang tanah kami, tapi tentang masa depan Kota Kendari dan masyarakat luas,” ujar Hj. Husnia Makati, salah satu perwakilan warga terdampak.”
Proyek Kolam Retensi Nanga-Nanga sejatinya merupakan langkah strategis yang memberi manfaat luas. Namun tanpa kejelasan dan penyelesaian administratif, proyek ini justru menciptakan ketidakpastian dan ketidakadilan bagi warga. Sudah saatnya Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara hadir memberi solusi konkret dan menjawab harapan warga.
Warga Minta Kepastian Proyek Kolam Retensi Nanga-Nanga: Terhambat Sejak 2021, 9 Korban Menanti Realisasi*
