Sultravisionary.id: Kendari, 16 Juli 2025 — Perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang semakin pesat mendapat perhatian serius dari kalangan akademisi. Salah satunya disampaikan oleh La Ode Muhram Naadu, S.H., M.H., seorang praktisi hukum sekaligus Kepala Program Studi Hukum Universitas Sulawesi Tenggara (Unsultra).
Dalam sebuah forum diskusi (FGD) yang dilaksanakan di Fortune Hotel, Jl. Kedondong No.889, Anduonohu, Kec. Poasia, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, Muhram menjelaskan perbedaan antara kecerdasan naturalis dan kecerdasan buatan. Menurutnya, kecerdasan naturalis adalah kecerdasan bawaan sejak lahir, seperti kemampuan berpikir cepat, tanggap, dan adaptif, yang merupakan anugerah dari Tuhan kepada manusia. Sementara itu, kecerdasan buatan atau AI adalah sistem cerdas yang dirancang oleh manusia, biasanya berupa program, alat, atau sistem teknologi yang akhir-akhir ini berkembang sangat cepat.
“AI itu alat bantu, bisa segalanya tapi bukan segalanya. Mesin hanyalah alat, bukan pengganti kecerdasan manusia,” tegas Muhram.
Ia juga mengingatkan bahwa AI bersifat netral: bisa menjadi alat kebaikan maupun alat kejahatan, tergantung siapa dan untuk apa AI itu digunakan. Karena itu, masyarakat perlu semakin bijak dalam memanfaatkan AI, terutama di era digital yang serba terbuka saat ini.
Muhram menyoroti bagaimana media sosial menjadi ruang utama di mana kecanggihan AI dipertontonkan. Ia mencontohkan kemunculan video deepfake yang menampilkan wajah mantan presiden Indonesia, yang viral di berbagai platform seperti Facebook, Instagram, dan TikTok.
Menurutnya, pengguna media sosial yang paling dominan saat ini adalah dari kalangan Generasi Y (Milenial) yang lahir antara tahun 1981–1996, dan Generasi Z yang lahir setelah 1996. Kedua generasi inilah yang paling aktif berinteraksi di dunia maya dan menjadi pengguna AI terbanyak dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk hiburan, komunikasi, maupun pekerjaan.
Namun demikian, Muhram menegaskan bahwa penggunaan media sosial tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada batasan-batasan hukum dan etika yang harus dipatuhi oleh setiap pengguna, agar tidak terjerumus dalam pelanggaran hukum atau penyalahgunaan teknologi.
“Media sosial bukanlah ruang bebas tanpa aturan. Kita perlu sadar bahwa ada hukum yang mengatur, dan kita bertanggung jawab atas apa yang kita unggah dan bagikan,” pungkasnya.
Dengan makin berkembangnya teknologi, Muhram berharap masyarakat, khususnya generasi muda, bisa menjadi pengguna AI dan media sosial yang cerdas, bijak, dan bertanggung jawab.
Kaprodi Hukum Unsultra: Ajak Pengguna Medsos Bijak dalam Menggunakan Teknologi di Media Sosial khususnya AI
