Sultravisionary.id,Kendari – Persidangan kasus dugaan korupsi Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif di lingkup Pemerintah Daerah kembali memanas. Dalam sidang terbaru, keterangan ahli keuangan negara justru menempatkan tanggung jawab utama pada bendahara pengeluaran dan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), bukan Sekretaris Daerah (Sekda).
Kasus ini menyeret tiga terdakwa: Sekda Nahwa Umar, Ariyuli Ningsih Lindoeno (bendahara pengeluaran), dan Muchlis (pembantu bendahara). Jaksa menuding mereka terlibat dalam penggelapan anggaran pada lima pos kegiatan tahun 2020, yakni:
1. Penyediaan jasa komunikasi, air, dan listrik
2. Percetakan dan penggandaan
3. Makan dan minum
4. Pemeliharaan kendaraan dinas
5. Perizinan kendaraan dinas
Menurut dakwaan, laporan pertanggungjawaban pada kelima pos tersebut dibuat secara fiktif demi mencairkan dana.
Namun, di hadapan majelis hakim pada Senin (4/8/2025), ahli keuangan negara Syarifuddin menegaskan bahwa secara aturan, tanggung jawab administratif ada pada bendahara pengeluaran dan PPTK.
“Bendahara dan PPTK yang menyiapkan dokumen serta mencairkan anggaran. Kalau SPJ itu fiktif, merekalah yang bertanggung jawab. Pengguna Anggaran (PA) seperti Sekda hanya menandatangani dokumen yang telah disiapkan,” jelasnya.
Pernyataan ini menjadi titik balik yang berpotensi memengaruhi arah pembuktian. Jaksa sebelumnya menilai peran Sekda sangat dominan, namun tim pembela terdakwa kini mengandalkan keterangan ahli untuk menegaskan bahwa kewenangan teknis berada di level bendahara dan PPTK.
Sidang dijadwalkan akan kembali digelar pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan dari pihak jaksa.
Laporan: Reza