Sultravisionary.id,Kendari – Grassroots Action Institute (GAT) mendesak Menteri ESDM RI bersama BKPM untuk segera mengevaluasi aktivitas pertambangan PT Tambang Matarape Sejahtera (TMS) yang beroperasi di Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra).
Direktur GAT, Fahmi Ilman, menilai kehadiran PT Tambang Matarape Sejahtera (TMS) justru lebih banyak menimbulkan persoalan dibandingkan manfaat bagi masyarakat dan daerah.
Ia menegaskan, hingga kini PT Tambang Matarape Sejahtera masih memiliki tunggakan kewajiban pajak yang seharusnya sudah diselesaikan kepada negara maupun pemerintah daerah.
“Tunggakan ini bukan sekadar masalah administrasi, tetapi bentuk nyata pengabaian terhadap aturan yang telah ditetapkan negara,” ujar Fahmi dalam keterangannya, Senin (29/9/2025).
Selain itu, Fahmi juga menyoroti minimnya kontribusi perusahaan terhadap pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Menurutnya, kegiatan pertambangan memiliki dampak besar terhadap lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat sekitar, tetapi manfaat yang diberikan tidak sebanding.
“Seharusnya perusahaan memberi manfaat yang sepadan dengan apa yang mereka ambil dari bumi. Faktanya, masyarakat hanya menjadi penonton,” tegasnya.
Fahmi juga menilai PT Tambang Matarape Sejahtera menutup ruang partisipasi bagi pelaku usaha daerah dalam rantai bisnis pertambangan. Kontrak jasa penunjang maupun pekerjaan, kata dia, lebih banyak diberikan kepada pihak luar.
“Ini jelas merugikan. Potensi lokal tidak diberdayakan, justru yang diuntungkan hanya kelompok tertentu,” imbuhnya.
Atas berbagai persoalan tersebut, Fahmi mendesak Kementerian ESDM dan BKPM untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap operasional PT Tambang Matarape Sejahtera. Ia juga meminta pemerintah memberikan sanksi tegas jika perusahaan terbukti melanggar aturan.
“Negara tidak boleh kalah oleh perusahaan yang abai terhadap kewajiban hukum dan sosial. Evaluasi dan sanksi adalah bentuk kehadiran negara untuk melindungi kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Lebih jauh, Fahmi menyebut persoalan yang ditimbulkan PT Tambang Matarape Sejahtera menjadi cerminan lemahnya pengelolaan sumber daya alam yang kerap lebih berpihak kepada kepentingan pemodal besar ketimbang masyarakat.
Ia mengingatkan pentingnya penegakan regulasi, termasuk memastikan keterlibatan pengusaha lokal sebagai bagian dari pemerataan ekonomi.
“Sudah saatnya ditegaskan bahwa tambang bukan hanya soal eksploitasi, tetapi juga soal tanggung jawab sosial dan keberlanjutan. Jika perusahaan mengabaikan hal itu, evaluasi dan sanksi adalah jalan yang wajib ditempuh,” pungkasnya.
Sementara itu, Sebelumnya, Ketua DPD PDI-P Sultra sekaligus Ketua Lembaga Adat Tolaki (LAT) Sultra, Lukman Abunawas, juga menyoroti keberadaan TMS di Konawe Utara.
Ia menyebut masyarakat sekitar tambang justru semakin terpuruk akibat aktivitas perusahaan.
“Masyarakat terus merasakan dampak negatif. Saat hujan mereka hanya mendapat lumpur, ketika kemarau hanya dapat debu,” kata Lukman dalam konferensi pers di Kantor PDI-P Sultra, Kamis (25/9/2025).
Pernyataan tersebut, menurut Lukman, didasarkan pada hasil kunjungan lapangan di sejumlah titik operasi tambang. Dari kunjungan itu, pihaknya menemukan indikasi masalah serius, mulai dari dugaan penyerobotan lahan masyarakat adat, penyaluran dana CSR yang tidak maksimal, hingga ketiadaan pemberdayaan masyarakat lokal.
“Fakta di lapangan menunjukkan perusahaan belum menjalankan tanggung jawabnya secara maksimal. Karena itu, evaluasi menyeluruh menjadi keharusan,” tegasnya.
Laporan: Reza