Sultravisionary.id,Kendari – Puluhan mahasiswa dari Aliansi Gerakan Pemerhati Pembangunan Kota (Gerbang Kota) mengepung Markas Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), mereka menuntut ketegasan institusi kepolisian dalam mengusut tuntas kasus dugaan pengrusakan aset warga yang menyeret nama seorang perwira aktif, Ipda AG.
Aksi demonstrasi ini dipicu lambatnya penanganan laporan warga Kelurahan Lepo-Lepo, inisial YA, yang mengaku mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah akibat pembangunan talud di lahan milik Ipda AG. Massa menyuarakan kekecewaan atas sikap penyidik yang dinilai tak transparan dan terkesan melindungi pelaku.
“Sudah enam bulan laporan masuk, tapi penyelesaiannya seperti jalan di tempat. Kami mendesak Polda Sultra segera menuntaskan kasus ini demi keadilan rakyat kecil,” tegas Sarman, koordinator aksi, Kamis (17/7/2025).
Massa juga menuntut agar Hj. Bunga Tang sebagai pemilik lahan diperiksa secara terbuka dan Muh. Hijar Tongasa segera ditetapkan sebagai tersangka. Mereka juga meminta Kapolda Sultra mencopot penyidik yang menangani kasus ini karena dianggap tidak profesional dan tidak layak dipercaya.
Kasus ini berawal pada Agustus 2023, saat pembangunan talud perumahan milik Ipda AG menggunakan alat berat, mengakibatkan retaknya tembok pagar milik YA. Meski sempat dihentikan, proyek kembali berlanjut dan puncaknya terjadi pada 30 November 2023, saat talud jebol dan merusak pagar serta fasilitas panjat tebing milik YA. Kerugian ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.
YA melaporkan kasus tersebut ke Polda Sultra pada Januari 2025. Namun, hingga kini proses hukum berjalan lambat. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) baru diterbitkan pada 17 Februari 2025, diikuti pemanggilan klarifikasi sebulan kemudian. Upaya mediasi 25 April 2025 gagal karena pihak terlapor hanya menawarkan ganti rugi Rp20 juta—jauh dari nilai kerugian yang dilaporkan.
“Saya sangat kecewa. Kerugian saya besar, tapi saya hanya ditawari Rp20 juta. Saya berharap polisi bersikap netral dan menjunjung keadilan,” ujar YA, Jumat (2/5/2025).
Tak hanya menggugat secara pidana, kuasa hukum YA, Feyrus Okjam, juga melaporkan Ipda AG ke Bidang Propam Polda Sultra atas dugaan pelanggaran kode etik. Ia menilai, Ipda AG diduga kuat membekingi pemilik lahan yang justru merusak aset kliennya.
Namun sayangnya, respons dari Propam dinilai tak memuaskan. Feyrus mengungkapkan, setelah berkoordinasi dengan penyidik Propam, pihaknya hanya mendapat jawaban bahwa mereka “menunggu hasil gelar perkara di Kriminal Umum”.
“Yang jadi pertanyaan kami, kenapa laporan kode etik yang kami ajukan lebih dulu ke Propam justru harus menunggu proses pidana? Propam seharusnya punya kewenangan sendiri, tidak bergantung pada hasil penyidikan pidana,” tegasnya.
Massa aksi menegaskan, kasus ini menjadi ujian integritas Polda Sultra dalam menegakkan hukum secara adil, tanpa pandang bulu. Mereka mendesak agar proses hukum tidak dibiarkan berlarut-larut hanya karena pelaku merupakan aparat aktif di Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda).
“Kami tidak ingin hukum hanya tajam ke rakyat kecil tapi tumpul ke aparat. Jika polisi sendiri tidak mampu bersikap adil, maka kepercayaan masyarakat terhadap hukum akan hancur,” tutup Sarman dalam orasinya.
Laporan: Reza