METRO

Buronan Polda Sultra Digugat Rp15,9 Miliar, Kuasa Hukumnya Diduga Masih Berhubungan dengan Tersangka: Celah Hukum atau Obstruction of Justice?

46
×

Buronan Polda Sultra Digugat Rp15,9 Miliar, Kuasa Hukumnya Diduga Masih Berhubungan dengan Tersangka: Celah Hukum atau Obstruction of Justice?

Share this article

Sultravisionary.id,Kendari – Kasus dugaan penipuan yang menyeret nama Yusuf Contessa Kuasa memasuki babak baru. Setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra), Yusuf kini berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) lantaran melarikan diri dan hingga kini belum berhasil ditangkap aparat.

Namun persoalan tak berhenti di ranah pidana. Korban berinisial FY memilih melawan lewat jalur perdata. Ia mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri dengan tuduhan wanprestasi (ingkar janji), senilai fantastis Rp15,954 miliar.

Dalam gugatannya, FY menegaskan dirinya mengalami kerugian besar karena telah mengeluarkan biaya untuk pengadaan alat kerja demi memenuhi syarat proyek yang dijanjikan tergugat. Ironisnya, janji itu tak pernah terealisasi.

Saat ini sidang gugatan perdata telah memasuki tahap mediasi. Kedua belah pihak hadir melalui kuasa hukum masing-masing. Namun, publik dibuat heran: bagaimana mungkin seorang buronan masih bisa menerbitkan surat kuasa khusus kepada penasihat hukumnya?

Kondisi ini memunculkan dugaan adanya komunikasi aktif antara tersangka dengan kuasa hukumnya. Dari perspektif hukum, hal ini menimbulkan dilema serius. Hak tersangka untuk didampingi pengacara memang dijamin undang-undang.

Tetapi, jika benar advokat tetap menjalin komunikasi dengan tersangka buron, hal itu berpotensi masuk ranah obstruction of justice atau perbuatan menghalangi proses hukum.

Pengamat hukum pidana, Muh. Syawal, S.H., M.H., menilai aparat perlu menelusuri lebih dalam mekanisme penerbitan kuasa hukum tersebut.

“Kalau kuasa hukum masih berkomunikasi langsung dengan tersangka, logikanya ia tahu keberadaan kliennya. Dalam posisi itu, ada kewajiban hukum untuk menyampaikan informasi ke penyidik. Jika tidak, ini bisa dianggap menghalangi penyidikan,” tegasnya.

Kasus Yusuf Contessa kini bukan sekadar perkara penipuan bernilai miliaran rupiah. Ia juga menyentuh integritas profesi advokat dan efektivitas aparat penegak hukum dalam memburu DPO.

Publik menunggu langkah tegas kepolisian serta sikap peradilan: apakah hukum akan ditegakkan dengan adil, atau justru terjebak dalam formalitas prosedural tanpa kepastian bagi korban?

 

Laporan: Reza

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *