Hukrim

Aktivis AMBA Sultra: PT Pama Harus Hormati Hak Masyarakat Adat Mekongga 

58
×

Aktivis AMBA Sultra: PT Pama Harus Hormati Hak Masyarakat Adat Mekongga 

Share this article

 

Sultravisionary.id,Kendari – Pengurus Besar AMBA Sultra menyampaikan sikap tegas terhadap PT Pama Persada Nusantara (PAMA) yang dinilai tidak menanggapi secara serius tuntutan masyarakat adat Mekongga terkait kesempatan kerja dan tanggung jawab sosial perusahaan di wilayah operasi tambang Kolaka.

Dalam pernyataannya, Saleh Saranani, selaku Pengurus Besar sekaligus salah satu aktivis AMBA Sultra, menegaskan bahwa perjuangan masyarakat adat Mekongga bukanlah bentuk permintaan belas kasihan, melainkan tuntutan atas hak konstitusional untuk bekerja dan hidup layak di tanah kelahiran mereka sendiri.

“Kami tidak datang mengemis pekerjaan. Kami datang menuntut hak kami sebagai masyarakat adat yang selama ini tanahnya dieksploitasi tanpa keadilan sosial. Sudah saatnya perusahaan menghormati keberadaan dan hak masyarakat pribumi Mekongga,” tegas Saleh Saranani.

Dasar Hukum Tuntutan AMBA Sultra:

1. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945

Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI.

2. Permen ESDM No. 1827 K/30/MEM/2018

Perusahaan pertambangan wajib memprioritaskan tenaga kerja lokal dan membangun kapasitas masyarakat di sekitar wilayah operasinya.

Tuntutan dan Seruan PB AMBA Sultra:

1. Mendesak PT PAMA untuk segera membuka jalur perekrutan khusus bagi masyarakat adat Mekongga secara transparan, terbuka, dan berkeadilan.

2. Menuntut dialog terbuka antara perusahaan, pemerintah daerah, dan perwakilan masyarakat adat guna mencari solusi konkret dan berkelanjutan.

3. Menegaskan agar pemerintah daerah tidak berpihak pada modal semata, tetapi berdiri di sisi rakyat yang tanah dan budayanya menjadi korban pembangunan tanpa nurani.

Menurut AMBA Sultra, ketimpangan sosial yang terjadi di wilayah operasi tambang Kolaka menunjukkan kurangnya komitmen perusahaan dalam menghormati hak-hak dasar masyarakat setempat. Jika hal ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin akan memunculkan konflik sosial yang lebih besar.

“Kami akan terus mengawal persoalan ini hingga masyarakat adat Mekongga mendapatkan haknya.Kami bukan anti-investasi, tetapi menolak eksploitasi yang menindas rakyat di tanahnya sendiri,” ujar Saleh Saranani.

Ia juga menyoroti fenomena diskriminasi yang selama ini terjadi, di mana pekerja dari luar daerah lebih banyak diberi ruang dibandingkan putra asli Mekongga yang justru menjadi saksi bisu kerusakan alam di wilayahnya sendiri.

“Ini bukan persoalan kecemburuan sosial, ini persoalan harga diri dan hak konstitusional masyarakat adat Mekongga. Kami akan berdiri di garis depan, mengawal perjuangan ini hingga hak masyarakat adat benar-benar dihormati,” tutupnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *